Komisi Ekonomi dan Sosial PBB untuk Asia dan Pasifik (ESCAP) telah menerbitkan laporan terbaru mengenai kesiapan negara-negara di kawasan Asia-Pasifik dalam menghadapi tantangan yang berkaitan dengan perubahan iklim. Dalam laporan tersebut, diidentifikasi 11 negara yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim dari sudut pandang makroekonomi. Laporan yang berjudul Economic and Social Survey of Asia and the Pacific 2025 ini menunjukkan bahwa banyak negara di kawasan Asia-Pasifik masih belum siap untuk menghadapi guncangan yang disebabkan oleh perubahan iklim maupun untuk beralih ke sistem yang lebih berkelanjutan. Potensi 'bencana' yang dapat timbul akibat krisis iklim mencakup perlambatan dalam pertumbuhan produktivitas, peningkatan risiko utang publik, serta eskalasi perang dagang. "Meningkatnya ketidakpastian dalam ekonomi global dan risiko iklim yang semakin mendalam membuat pengelolaan kebijakan fiskal dan moneter menjadi semakin kompleks," ungkap Wakil Sekretaris Jenderal PBB dan Sekretaris Eksekutif ESCAP, Armida Salsiah Alisjahbana, seperti yang dilaporkan oleh VN Express di Jakarta pada Kamis (10/4/2025). "Untuk menavigasi situasi yang terus berubah ini, diperlukan tidak hanya kebijakan nasional yang efektif, tetapi juga kolaborasi regional yang terkoordinasi guna melindungi prospek ekonomi jangka panjang dan menangani perubahan iklim," tambahnya. Dari 30 negara yang diteliti dalam survei ini, 11 negara diidentifikasi sebagai yang paling rentan terhadap risiko iklim dari perspektif makroekonomi. Negara-negara tersebut meliputi Afghanistan, Kamboja, Iran, Kazakhstan, Laos, Mongolia, Myanmar, Nepal, Tajikistan, Uzbekistan, dan Vietnam. Laporan ini mengidentifikasi adanya perbedaan yang signifikan dalam kemampuan negara-negara di kawasan tersebut untuk menghadapi perubahan iklim. Beberapa negara telah berhasil mengumpulkan dana untuk iklim dan menerapkan kebijakan ramah lingkungan, sementara yang lain masih menghadapi berbagai tantangan, seperti keterbatasan anggaran, kelemahan dalam sistem keuangan, serta kapasitas manajemen keuangan publik yang terbatas. Meskipun pertumbuhan ekonomi di kawasan ini tetap lebih kuat dibandingkan dengan wilayah lain di dunia, rata-rata pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang di Asia-Pasifik diperkirakan melambat menjadi 4,8% pada tahun 2024, turun dari 5,2% pada tahun 2023, dan 5,5% dalam lima tahun sebelum pandemi Covid-19. Di antara negara-negara yang kurang berkembang, tingkat pertumbuhan ekonomi rata-rata untuk tahun 2024 hanya mencapai 3,7%, jauh di bawah target 7% per tahun yang ditetapkan dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) 8. Untuk memastikan kemakmuran ekonomi yang berkelanjutan, ESCAP menekankan pentingnya dukungan aktif dari pemerintah dalam mendorong sektor-sektor ekonomi yang lebih produktif dan bernilai tambah tinggi. Kawasan ini juga perlu memanfaatkan keunggulan kompetitifnya dalam industri ramah lingkungan dan rantai nilai sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi baru, serta mengadopsi kerja sama ekonomi regional yang inklusif, yang dapat memenuhi aspirasi pembangunan baik di negara maju maupun negara berkembang.